korupsi
1.
Pengertian korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptiodari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baikpolitisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan
itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang
hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
·
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·
memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·
merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Korupsi yang muncul di
bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau
tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
2.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
·
Konsentrasi kekuasaan
di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal.
·
Proyek yang melibatkan
uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan tertutup
yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·
Gaji pegawai pemerintah
yang sangat kecil.
Guy J Parker mengemukakan didalam tulisannya berjudul
"Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2,
1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia
di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian
besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan
selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para
pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan
meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku
"Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007).
3.
Yang termasuk tindak pidana korrupsi menurut UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi
adalah sebagai berikut :
·
Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).
·
Setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999).
·
Setiap orang atau
pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai
negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001).
·
Setiap orang yang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
·
Pasal 7 UU No. 20 Tahun
2001:
a. pemborong, ahli
bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang
pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang;
b. setiap orang yang
bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan Negara dalam keadaan perang
c. setiap orang yang
pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. setiap orang yang
bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
e. Bagi orang yang
menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang
keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan
orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang atau yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
·
Pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan
uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang
atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001).
·
Pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal
9 UU No. 20 tahun 2001).
·
Pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja (Pasal 10 UU
No. 20 Tahun 2001):
a. menggelapkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang
lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
·
Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
(Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001).
·
Pasal 12 UU No. 20
Tahun 2001 :
a. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili;
d. seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat yang akandiberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili;
e. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa
hal tersebut bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau
penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
·
Setiap gratifikasi
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya. (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001).
·
Setiap orang yang
memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31
Tahun 1999).
·
Setiap orang yang
melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana
korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini (Pasal 14 UU No.
31 Tahun 1999).
4.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
·
Pasal 2 ayat 1 “Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
·
Pasal 2 ayat 2
” Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”
·
Pasal 3 “Setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
·
Pasal 13 ” Setiap
orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).”
5.
Dampak negatif dari korupsi
·
Demokrasi.
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari
pemerintah dalam bersikap demokrasi, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
·
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
private, korupsi meningkatkan ongkos niaga.
·
Kesejahteraan umum
negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan
memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti
kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat
luas
DAFTAR PUSTAKA
Korupsi.di akses 8 Oktober 2015:https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
Undang-undang pemberantasan tidak pidana korupsi.di
akses 8 Oktober 2015 :http://accounting-media.blogspot.com/2013/06/undang-undang-pemberantasan-tindak.html?m=1
Undang-undang RI Nomer 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi.di akses 9 Oktober 2015 :http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_31_99.htm
0 komentar:
Posting Komentar